Senin, 28 Oktober 2013 | | 0 komentar

Saatnya Punya Usaha Rumahan

Kini lebih mudah untuk buka usaha rumahan, Beaya Pelatihan lebih Murah, segera Hubungi kami 085640442517( Harmuzi)
Di manapun anda berada pasti bisa...

Selasa, 26 Februari 2013 | | 0 komentar

Kemampuan Membaca Anak Indonesia Masih Rendah

JAKARTA, KOMPAS.com — Kemampuan membaca siswa sekolah di tingkat sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) saat ini memiliki kecenderungan rendah. Lemahnya kemampuan membaca siswa SD/MI patut diduga karena lemahnya pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran membaca.

Salah satu penelitian yang mengungkap lemahnya kemampuan siswa, dalam hal ini siswa kelas IV SD/MI, adalah penelitian Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), yaitu studi internasional dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia yg disponsori oleh The International Association for the Evaluation Achievement. Hasil studi menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia berada pada urutan keempat dari bawah dari 45 negara di dunia.

Demikian hasil studi tersebut dipaparkan dalam laporan penelitian "Studi Penilaian Kemampuan Guru Melalui Video dengan Memanfaatkan Data PIRLS" oleh Prof Dr Suhardjono dari Pusat Penelitian Pendidikan Depdiknas di Jakarta, Rabu (28/10). Dalam laporan tersebut, Suhardjono menuturkan, muara dari lemahnya pembelajaran membaca patut diduga karena kemampuan guru dan kondisi sekolah.

"Kondisi sekolah yang dimaksud meliputi sarana dan prasarana, jumlah siswa dalam kelas, akses ke sekolah, dan prestasi sekolah," ujarnya.

Suhardjono mengatakan, studi penilaian melalu video ini untuk memperoleh gambaran utuh kemampuan guru dalam pembelajaran, termasuk informasi tentang kelemahan dan kekurangan guru. Cara ini bisa memperoleh analisis yang akurat dan cermat. Adapun sumber data penelitian adalah guru Bahasa Indonesia, siswa kelas IV dan kepala sekolah dari 12 sekolah yg menjadi sampel PIRLS. Sekolah-sekolah tersebut, antara lain, SDN Pejaten Timur 05 Pagi, SDN Karang Anyar 04 Petang, SDN Cigadung 1, SD Panorama, SDN Kampung Sewu, SDN Klecosatu 07, Madrasah Ma'Arif Selak, SDN Bobang 02, SDN Banarang 2, SD Bina Taruna 3, dan SDN 101990 Namorambe.

| | 0 komentar

Seberapa Jauh Minat Baca Masyarakat Indonesia



Menigkatnya minat baca di masyarakat merupakan paradigma yang perlu diperhatikan serius,apakah kita sudah cukup bangga terhadap prestasi atau gelar sebagai bangsa yang termasuk kategori zona degradasi dalam hal pengembangan minat baca masyarakat.
Salah satu indikator rendahnya minat baca masyarakat dapat dihitung dari jumlah buku yang diterbitkan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah penerbitan buku di Indonesia masih jauh dibawah penerbitan buku di negara-negara berkembang seperti Malaysia, India atau negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman

Berdasarkan sejumlah survei yang dilakukan oleh lembaga survei baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih rendah baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas minat untuk membaca dikalangan masyarakat. Adapun beberapa laporan hasil survei maupun hasil studi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
  1. Laporan International Association for Evaluation of Educational pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke-29 setingkat di atas Venezuela. Peta di atas relevan dengan hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan  Education in Indonesia from Crisis to Recovery” tahun 1998, hasil studi tersebut menunjukan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI sekolah dasar di Indonesia, hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7% setelah Filipina yang memperoleh 52,6%  dan Thailand dengan nilai 65,1% serta Singapura dengan nilai 74,0% dan Hongkong yang memperoleh 75,5%. [1]
  2. Hasil survei UNESCO tahun 1992 menyebutkan, tingkat minat baca rakyat Indonesia menempati urutan 27 dari 32 negara.
  3. Hasil survei yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional tahun 1995 menyatakan, sebanyak 57 persen pembaca dinilai sekadar membaca, tanpa memahami dan menghayati apa yang dibacanya.
  4. Statistik yang dikeluarkan UNICEF didalam beberapa dasawarsa terakhir masih saja menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang penduduknya dalam mengkonsumsi bacaan, baik berupa koran, majalah, maupun buku, tergolong relatif sedikit.(Wasil Abu Ali)[2]
  5. Berdasarkan laporan UNDP tahun 2003 dalam (Human Development Report) 2003 bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks – HDI) berdasarkan angka buta huruf menunjukan bahwa  pembangunan manusia di Indonesia menempati urutan yang ke 112 dari 174 negara di dunia. Sedangkan Vietnam menempati urutan ke 109 padahal negara itu baru saja keluar dari konflik politik yang cukup besar, namun Vietnam lebih yakin bahwa dengan membangun manusianya sebagai prioritas terdepan akan mampu mengejar ketertinggalan yang selama ini mereka alami.
  6. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 menunjukan, bahwa masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama dalam mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) daripada membaca koran (23,5%). (sumber:www.bps.go.id).
Membaca memang besar manfaatnya, namun budaya baca di kalangan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Indonesia belumlah mengakar. Oleh karena itu perlu adanya proses pembudayaan membaca. Menurut Yuniarto:2001 mengatakan bahwa, kegiatan pembudayaan membaca merupakan sebuah proses panjang dan bukannya sesuatu yang instant. Oleh sebab itu diperlukan proses dalam memperbaiki kualitas minat baca di kalangan masyarakat Indonesia
Melihat realitas tersebut sungguh memprihatinkan kondisi masyarakat Indonesia berkaitan dengan budaya membaca di kalangan masyarakatnya. Dengan demikian sudah menjadi tanggung jawab bahwa perpustakaan sebagai sumber ilmu memiliki peran strategis dalam mewujudkan masyarakat yang gemar dan berbudaya membaca. Keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia. Tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki. Maka dari itu sebagai bentuk amanah dari UUD 1945 kewajiban negara yang hendak mencerdaskan kehidupan bangsa maka selain sistem pendidikan yang ditata dengan baik juga meliputi sistem tata kelola perpustakaan perlu mendapatkan perhatian guna merangsang minat baca masyarakat untuk menggali dan memahami bidang keilmuan sesuai dengan kebutuhannya.
Definisi perpustakaan berdasarkan UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan adalah “institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka”.
Ketentuan pasal 2 UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan menjelaskan bahwa “Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan”.
Ketentuan Pasal 3, “Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa”. Sedangkan ketentuan pasal 4, “Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian bisa di ambil intisari bahwa hadirnya perpustakaan merupakan wujud komitmen negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangu generasi yang berkualitas melalui budaya membaca
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat baca masyarakat di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Dalam konteks inilah perpustakaan memiliki peran strategis untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam rangka untuk mendorong dan menstimulai masyarakat agar tumbuh minat membaca dan tercipta budaya membaca. Salah satu langkah konkrit untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui konsep digital library sebagai sebuah acuan untuk mencapai standar operasional perpustakaan sebagaimana termuat di dalam UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan

[1]Purwono, 2007, Mermbaca, Membangun Generasi Cerdas, diakses dari http://www.penulislepas.com, diakses pada tanggal 25 November 2008
[2] Wasil, Abu Ali, Mempelajari tak Sekedar Membaca, diakses dari http://www.nu.or.id, diakses pada tanggal 25 November 2008
Penulis oleh Lina Khoerunnisa
Sumber : http://www.pemustaka.com/penerapan-digital-library-sebagai-langkah-startegis-menstimulasi-budaya-membaca-di-masyarakat.html

Kamis, 21 Februari 2013 | | 0 komentar

Generasi Membaca

Buku adalah jendela dunia dan kunci membuka jendela adalah membaca. Banyak kita temukan biografi orang-orang sukses adalah di masa kecilnya sudah mengenyam banyak buku ilmu Pengetahuan, lalu bagaimana kalau anak terlambat bisa membaca maka ia akan terlambat melihat dunia. Atau mungkin ia terlambat melihat dunia yang kian hari kian berkembang.
 AHE adalah sebuah metode membaca yang sederhana dan sangat pas diaplikasikan buat anak-anak, Metode Ahe dilengkapi game-game yang funny sehingga tidak menjadi beban bagi anak-anak bahkan menjadi hiburan bagi mereka.

| | 0 komentar

GABUNG BERSAMA AHE & JADWAL PELATIHAN

Mengapa anda perlu  segera bergabung bersama AHE....?

1. Les AHE banyak yang mencari
2. Tanpa harus tinggalkan rumah
3. Modal kecil & hasil nyata
4. Teruji Modelnya
5. Asyik Metodenya
5. Legalitas Formal Akta Notaris & DepKumHam

JADWAL PELATIHAN TERDEKAT :

1. Salatiga : 24 Feb 2013 Tempat Komplek STAIN, waktu 08.00 -15.00 WIB peserta Fix 13 Unit 
2. Ungaran / Ambarawa : 10 Maret 2013 Tempt RM Bintangan Bawen  waktu 08.00 - 15.00 WIB
3. Boyolali  : 17 Maret 2013 Tempt RM Elangsari Boyolali waktu 08.00 -15.00 WIB
4. Temanggung 24 Maret 2013 Tempt Menyusul
5. Berikutnya Kab Magelang dan Wonosobo

 contak kami : 085640442517 

Alhamdulillah selesai juga PELATIHAN AHE SALATIGA, terbentuk  14 Unit Baru Di Salatiga,
Ikuti jadwal berikutnya dan tunggu kami di Kota anda...
DUTA PENDIDIKAN SEDANG FOTO BARENG
 GAME YANG MENYENANGKAN

| | 0 komentar

Metode

Metode Ahe biasa dinamakan dengan “6 langkah Ahe”,
 yang meliputi; 1. Senam otak 2. Remidi 3. Membaca modul 4. Pengayaan 5. Menulis 6. Permainan. Langkah ini merupakan protap (prosedur tetap) pembelajaran di semua unit Ahe. 
Methode tersebut terbingkai dalam 4 sistem: 1. Individual 2. Menyesuaikan kemampuan siswa 3. 3 x seminggu @ 30 menit 4. Lesehan. Methode dan sistem tersebut merupakan penerapan dari prinsip : Angka keberhasilan belajar baca harus 100%, tidak boleh ada anak yang gagal belajar membaca. Belajar yang lebih menekankan pada proses yang asyik, lebih baik bahkan lebih cepat daripada belajar yang lebih menekankan pada proses yang cepat. Kemampuan antar anak berbeda, sehingga sangat penting pendekatan individual. Anak yang bisa membaca belum tentu bisa menulis, sehingga ada “menulis” dalam 6 langkah ahe. Diperlukan proses pentahapan, sehingga modul ahe disusun dengan 7 level. Anak yang lancar bisa dipercepat. Anak yang belum lancar, tetap bisa mengikuti dengan nyaman. 

KESAKSIAN ORTU 
1.  Bu Sutarno, ortu Danil, kelas 1 SDN Boyolali , “ Ketika TK, Daniel tidak saya leskan apapun. Masuk SD sebagai cadangan, itupun rangking terakhir. Sekarang, rangkingnya sudah di tengah-tengah meskipun les di Ahenya belum lulus. Jika sudah bisa baca, baru akan saya leskan yang lain. Pokoknya biar bisa baca dulu”. 
2. Bu Asmaul Husna, ortu Sheila, Tk Arrohman, Yogyakarta , “ Sebelum ikut Ahe, Sheila baru mengenal huruf A – Z dan belum bisa membaca kalimat. Subhanalloh, kami benar tidak menyangka Sheila dengan cepat bisa baca dan tulis dengan baik. 
3. Pokoke Anak Hebat is my choice”. Ortu Vivi, Parakan, Temanggung , “Tidak rugi memasukkan anakku di Ahe-nya bu Sri. Dengan pembelajaran yang santai dan familiar, Vivi cepat bisa baca dan ketagihan untuk belajar dan belajar lagi. Saya jadi bangga akan anakku yang selangkah lebih maju dari anak seusianya”. 
4.  Bu Rini, ortu Satria Putra Brillian, TK Aisyiah Macanan, Karanganyar , “Dulu saya sangat khawatir dengan anak saya, karena susah untuk diajak belajar, justru malah rebut. Tapi setelah masuk Ahe Brujul, semua itu berubah. Sekarang Abril sudah bisa membaca, bahkan melebihi teman-teman sekelasnya. Terima kasih les baca Ahe….”. 
5. Bp. Derianto, Ortu Arfian Purnama, SD Muhammadiyah I Solo , “Sebelumnya Arfian rangking 23. Setelah ikut les di Ahe Tipes Solo, naik jadi rangking 11. Setiap masuk les dia semangat karena belajarnya santai tapi serius”. 
6. Ortu Putrisuna Jessica, SD 8 Kutoarjo Lampung , “Sebelum ikut les Ahe, anak kami mengeluh dan malas belajar. Sekarang semangat belajar karena mengikuti cara – cara yang mudah bagi anak-anak”. 
7. Bu Lina, ortu Alfin, TK Perwanida Solo , “Anak saya pernah les baca di suatu tempat selama 6 bulan, tapi tidak tampak hasilnya. Lalu saya pindahkan ke Ahe Ketelan Solo. Baru 4 bulan hasilnya memuaskan. Selain lancar membaca juga lancar menulis dan dia jadi lebih pede di sekolah. Mbok dari dulu saya ketemu Ahe ya……”.
8. Ortu Kana, Purworejo , “Anak saya kelas 1 SD tapi belum bisa baca dan tulis. Kemudian saya leskan ke Ahe Elhamsa, punya kang Deden. Subhanalloh, baru 3 bulan anak saya sudah lancar membaca sekaligus menulis dengan rapi. Ahe memang hebat, semoga semakin banyak les baca di Purworejo seperti Ahe”. 
9. Bu Hermin, ortu Rafa Atanaska TK NDM Solo, “Dahulu Rafa, anak saya, anti belajar, bahkan kalau dibelikan buku, selalu dia robek-robek. Setelah les di Ahe Kabangan Solo, timbul semangat belajarnya. Bahkan di rumah, dia selalu minta diulangi membacanya ”.

Rabu, 20 Februari 2013 | | 0 komentar

Pengantar

Ahe (Anak Hebat) adalah salah satu methode belajar membaca huruf Indonesia yang lebih menekankan pada proses yang asyik, sederhana, humanis dan familiar.
Adalah fakta bahwa :
1. Ada siswa kelas 1 SD yang belum bisa membaca. Bahkan juga yang kelas 2, 3, 4 SD.
2. Buku pelajaran kelas 1 SD disusun berdasarkan asumsi bahwa siswa kelas 1 SD sudah bisa membaca sejak hari pertamanya.
3. Sekarang tidak ada lagi pelajaran membaca di SD.
4. Beberapa SD mengadakan seleksi dalam penerimaan murid barunya karena keterbatasan kursi yang ada. Di antara materi seleksinya, ada yang berupa baca tulis.
5. Ada beberapa anak yang mengalami trauma belajar baca karena methode belajar bacanya tidak sesuai dengan usianya.

Belajar baca merupakan tanggung jawab orang tua, bukan tanggung jawab sekolah apalagi TK/PAUD. Tugas utama guru TK/PAUD bukan mengajari baca tulis. Bahkan dalam briefing guru-guru TK sering ditemukan instruksi, "Jangan diajari baca tulis di TK".
Ahe hadir merupakan solusi dari permasalahan di atas.
Dengan Ahe, anak-anak akan asyik belajar baca sehingga gemar membaca, terhindar dari trauma belajar baca.
Dengan Ahe, orang tua tidak perlu repot dalam menyiapkan anaknya dalam belajar baca.
Dengan hadirnya Ahe, guru-guru TK/PAUD bisa kembali fokus ke tugas utamanya yaitu; membentuk karakter, membantu sosialisasi & mengeksplore kemampuan siswa. Merubah dari yang penakut menjadi pemberani, pemalu menjadi percaya diri, enggan berbagi menjadi gemar berbagi, menghargai kawan, bertanggung jawab, menghormati guru & ortu, menghargai perbedaan dan banyak lagi lainnya.

| | 2 komentar

HOME


Usaha Rumahan

Les Baca

Anak Hebat
                                                              
- Mudah mendapatkannya
- Mudah menjalankannya
- Nyata hasilnya
Pusat : Jl. Kraton 100 Kartosuro
Agen Resmi Ahe Jateng Hp 085640442517